BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem anggaran sektor
publik dalam perkembangannya telah menjadi instrument kebijakan multifungsi
yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut
terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung
merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai
alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus
dapat digunakan sebagai alat pengendalian.
Sistem
perencanaan anggaran publik berkembang sesuai dinamika perkembangan manajemen
sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat. Ada dua pendekatan utama
dalam anggaran sektor publik, yaitu :
a. Anggaran
Tradisional atau Konvensional
b. Anggaran
Publik dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
1.2. Tujuan
a. Dapat
mengetahui pendekatan anggaran sektor publik di Indonesia
b. Dapat
mengetahui Anggaran Tradisional atau Konvensional
c. Dapat
mengetahui Anggaran Publik dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
1.3. Manfaat
a. Mengetahui
pendekatan anggaran sektor publik di Indonesia
b. Mengetahui
Anggaran Tradisional atau Konvensional
c. Mengetahui
Anggaran Publik dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Anggaran Tradisional atau Konvensional
Anggaran tradisional atau konvensioanl
merupakan pendekatan yang banyak dianut oleh negara-negara berkembang.
2.1.1. Ciri-ciri
pendekatan tradisional atau konvensional
a.
Incrementalism
Yaitu hanya melakukan
penambahan atau pengurangan jumlah pada item-item anggaran tahun sebelumnya,
tanpa melakukan pengkajian yang mendalam. Kelemahan pendekatan ini adalah tidak
menjamin terpenuhinya kebutuhan riil saat ini dan dapat menyebabkan terjadinya
kesalahan yang terus berlanjut, karena tidak dikaji lebih lanjut apakah
pengeluaran yang terjadi pada periode sebelumnya telah didasarkan pada
kebutuhan yang wajar.
Anggaran
tradisional cenderung menggunakan konsep historic cost of service. Akibat
digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meski
item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah
nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan
lainnya.
b.
Line item
Yaitu
anggaran yang didasarkan pada sifat dari penerimaan dan pengeluaran, sehingga
tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran
yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item
tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Dengan
pendekatan ini tidak memungkinkan dilakukan penilaian kinerja secara akurat,
karena tolak ukurnya semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang
diusulkan.
Penyusunan
anggaran dengan menggunakan struktur line item dilandasi alasan adanya
orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.
c.
Sentralis
Yaitu
penyiapan anggaran dilakukan secara terpusat dan tidak tersedianya informasi
yang memadai, sehingga menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran, yang akan
menyebabkan terjadinya kesenjangan anggaran (budget padding atau budgetary
slack).
d.
Spesifikasi
Yaitu
proses penganggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal atau
investasi.
e.
Tahunan
Untuk
proyek investasi, anggaran tahunan terlalu pendek, sehingga akan mendorong
munculnya praktek-praktek yang tidak diinginkan seperti kolusi dan korupsi.
f.
Prinsip anggaran bruto
Prinsip anggaran kurang
sistematik dan tidak rasional, karena tidak didasarkan pada jumlah bersih.
2.1.2. Kelemahan
Anggaran Tradisional
a.
Hubungan yang tidak
memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka
panjang.
b.
Pendekatan incremental
menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh
efektivitasnya.
c.
Lebih berorientasi pada
input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak
dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumberdaya,
atau memonitor kinerja.
d.
Sekat-sekat antar
departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai.
e.
Proses anggaran terpisah
untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal atau investasi.
f.
Anggaran tradisional
bersifat tahunan.
g.
Sentralisasi penyiapan
anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya
perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau
budgetary slack.
h.
Persetujuan anggaran yang
terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran
yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan manipulasi
anggaran.
i.
Aliran informasi (sistem
informasi financial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme
pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
2.2. Anggaran Publik dengan Pendekatan New Public Management (NPM)
New Public Management berfokus pada
manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi pada
kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan
beberapa konsekuensi bagi pemerintah diantaranya adalah tuntutan untuk
melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan kompetensi tender.
2.2.1.
Ciri-ciri pendekatan NPM
a.
Komprehensif atau
komparatif
b.
Terintegrasi dan lintas
departemen
c.
Proses pengambilan
keputusan yang rasional
d.
Berjangka panjang
e.
Spesifikasi tujuan dan
perangkingan prioritas
f.
Analisis total cost dan
benefit (termasuk opportunity cost)
g.
Berorientasi pada input,
output, dan outcome, tidak hanya sekedar input
h.
Adanya pengawasan kinerja
2.2.2. Teknik
penganggaran sektor publik berdasarkan NPM
a.
Sistem Anggaran Kinerja
(Performance Budgeting System)
Sistem ini disusun untuk mengatasi
kelemahan yang terdapat pada anggaran tradisional, terutama kelemahan yang
disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik. Sistem anggaran
kinerja merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolak
ukur kinerja (ekonomi, efisiensi, dan efektivitas) sebagai instrument untuk
mencapai tujuan dan sasaran program.
Pendekatan ini cenderung
menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya
arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan
cenderung boros. Menurut pendekatan ini, dominasi pemerintah dapat diawasi dan
dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan
audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah
dipaksa bertindak berdasarkan cost minded, harus efisien, memakai dana secara
ekonomis, dan dituntut mampu mencapai tujuan yang ditetapkan.
b.
Zero Based Budgeting
(ZBB)
Sistem
penyusunan anggaran yang benar-benar didasarkan pada kebutuhan saat ini tanpa
berpatokan pada anggaran tahun lalu (line item dan incrementalism). Dengan zero
based budgeting penyusunan anggaran diasumsikan dimulai dari nol sehingga
item-item anggaran tahun lalu mungkin dikurangi, ditambah, atau bahkan diganti
sama sekali dengan item yang baru yang sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Proses
implementasi ZBB terdiri dari 3 tahap, yaitu :
-
Identifikasi unit-unit
keputusan
Pada dasarnya
struktur organisasi terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat
pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan yang salah satu fungsinya
adalah untuk menyiapkan anggaran. ZBB merupakan sistem anggaran yang berbasis
pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran.
-
Penentuan paket-paket
keputusan
Tahap selanjutnya
yaitu menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencpai tujuan tersebut. Dokumen inilah yang disebut
paket keputusan. Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai
bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara
individual.
-
Meranking dan
mengevaluasi paket keputusan
Tahap terakhir
yaitu meranking semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap
ini merupakan jembatan menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai
kegiatan yang beberapa diantaranya sudah ada dan yang lainnya baru sama sekali.
Keunggulan ZBB :
- Jika
ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara
lebih efisien
- ZBB
berfokus pada value for money
- Memudahkan
untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektifan biaya
- Meningkatkan
pengetahuan dan motivasi staff dan manajer
- Meningkatkan
partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
- Merupakan
cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk
selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta pengeluaran
Kelemahan
ZBB :
- Prosesnya
memakan waktu, terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang
besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket
keputusan
- ZBB
cenderung menekankan manfaat jangka pendek
- Implementasi
ZBB membutuhkan teknologi yang maju
- Masalah
besar yang dihadapi ZBB adalah proses meranking dan mereview paket keputusan
- Untuk
melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staff yan gmemiliki keahlian
yang mungkin tidak dimiliki organisasi
- Memungkinkan
munculnya pesan yang keliru bahwa semua paket keputusa harus dalam anggaran
- Implementasi
ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
c.
Planning, Programming,
and Budgeting System (PPBS)
Sistem penganggaran
didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan
utamanya adalah alokasi sumberdaya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem
anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang
terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program yaitu pengelompokan
aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. Penyelenggaraan PPBS ini mencakup
tahap perencanaan, penyusunan program, penyusunan anggaran, dan pengendalian.
Proses
Implementasi PPBS :
- Menentukan
tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
- Mengidentifikasi
program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
- Mengevaluasi
berbagai alternatif program dengan menghitung cost benefit dari masing-masing
program
- Pemilihan
program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
- Alokasi
sumber daya ke masing-masing program yang disetujui
Karakteristik
PPBS :
- Berfokus
pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
- Secara
eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena
PPBS berorientasi pada masa depan
- Mempertimbangkan
semua biaya yang terjadi
Kelebihan
PPBS :
- Memudahkan
dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah
- Dalam
jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
- Memperbaiki
kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya dalam perencanaan program
- Lintas
departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama
antar departemen
Kelemahan
PPBS :
- PPBS
membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem
pengukuran, dan staff yang memiliki kapabilitas tinggi
- Implementasi
PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang
canggih
- PPBS
bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
- PPBS
mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia
yang kompleks
- Pengaplikasian
PPBS menghadapi masalah teknis sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi
biaya